Kamis, 27 Oktober 2016

8 Fakta Psikologi Tentang Jatuh Cinta yang Perlu Anda Ketahui

Liputan6.com, Jakarta - Perasaan jatuh cinta adalah sesuatu yang mengandung banyak kontradiksi, mudah kita pahami, tapi sekaligus menyimpan seribu misteri. Bagaimana dia hadir, dan kenapa dia bisa berakhir ataupun bertahan.


Situs psikologi spring.org yang dilansir pada Rabu (26/10/2016), mengungkapnya berikut ini.

1. Butuh waktu hanya seperlima detik untuk jatuh cinta

Cinta bisa datang begitu tiba-tiba. Hanya sekedip mata, ketika kita menatap seseorang, hanya butuh waktu seperlima detik pesan dari saraf bereaksi di otak. Tahukah Anda, ada 12 area saraf otak yang terlibat saat orang jatuh cinta. Ketika kita tengah memikirkan seseorang yang kita cintai, saat itulah kita melepaskan hormon neurotransmitter ke seluruh otak, termasuk di antaranya, oksitosin, dopamin, vasopressin, dan adrenalin.

2. Perbedaan antara cinta dan hasrat seksual

Perbedaan saraf antara cinta dan hasrat seksual saling tumpang tindih, yang kadang sulit dibedakan, namun sebetulnya kedua hal ini sama sekali berbeda. Pada hasrat seksual, area yang aktif adalah emosi dasar, melibatkan motivasi, dan area berpikir. Sedangkan cinta, berdiri melampaui hasrat seksual.

3. Berciuman membantu kita memilih pasangan

Dua penelitian tentang ciuman menemukan bahwa selain membuat seseorang merasa seksi, berciuman juga membuat seseorang menjadi lebih yakin dengan pasangannya dan ingin bertahan. Menurut survei ini, bagi wanita, berciuman adalah hal yang amat penting. Sedangkan, bagi pria ataupun wanita yang sering berkencan, berciuman adalah salah satu tes penting untuk mengecek kandidat kencan, apakah hubungan layak dilanjutkan atau tidak. Peneliti juga menemukan adanya hubungan antara banyaknya ciuman dengan pola hubungan jangka panjang dan kualitas hubungan. Ciuman ternyata memengaruhi kualitas hubungan. Namun demikian, berbeda dengan kuantitas seks, peneliti tidak menemukan kaitan antara kuantitas seks dengan tingkat kepuasan dalam hubungan.

4. Pasangan terlihat semakin mirip setelah 25 tahun bersama

Kita seringkali melihat, mereka yang sudah menikah dalam waktu yang cukup lama, jika diperhatikan ada kemiripan pada mimik dan raut muka. Menurut mitos yang berkembang, mirip itu artinya memang berjodoh. Namun, bagaimana penjelasannya? Secara ilmiah, kemiripan itu bisa jadi disebabkan oleh kesamaan asupan makanan dan lingkungan. Secara psikologis, kepribadian yang saling memengaruhi dan juga empati yang ditujukan selama bertahun-tahun, turut membentuk kemiripan.

5. Hubungan jarak jauh bisa bertahan

Banyak orang beranggapan, hubungan jarak jauh adalah sesuatu yang mustahil. Sayangnya, situasi menentukan lain. Bukankah, tidak semua orang bisa memilih kondisi yang ideal? Dari sudut pandang psikologis, ada dua faktor yang bisa membuat hubungan tetap terjaga, yakni saling berbagi informasi secara intim dan punya pandangan yang sama tentang pasangan yang ideal.

Jika kedua hal ini terpenuhi, maka pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh ini memiliki tingkat kepuasan dan stabilitas yang sama dibandingkan dengan pasangan yang bersama-sama secara geografis.

6. Pernikahan modern adalah sarana pemenuhan diri (self-fulfilment)

Lembaga pernikahan telah mengalami perubahan secara signifikan dalam beberapa dekade ini. Kalau dulu, motivasi orang menikah karena mencari kemapanan dan keamanan, sekarang orang menginginkan pemenuhan psikologis dari pernikahannya, serta bagian dari aktualisasi diri. Untuk itu, masing-masing pasangan perlu menginvestasikan cukup waktu dan usaha untuk bisa mencapainya. Sayangnya, inilah yang seringkali diabaikan. Ketika dua hal itu tidak bisa terpenuhi, sebaiknya pasangan perlu menurunkan tingkat ekspektasinya, untuk meminimalkan kekecewaan.

7. Menonton film bareng bisa meminimalkan kunjungan ke terapi

Sebuah penelitian yang dilakukan selama tiga tahun menemukan bahwa angka perceraian bisa turun hingga separuh setelah pasangan diminta menonton film yang menggambarkan tentang kehidupan pernikahan dan mendiskusikannya bersama pasangan.

Ronald Rogge, psikolog yang melakukan penelitian ini, mengatakan, ”Suami istri yang bisa menganalisis dan mengevaluasi hubungan mereka, tak perlu pergi ke terapis. Mereka juga rendah risiko untuk bercerai,” tuturnya.

8. Uang bukan segalanya

Di era yang serba komersil seperti sekarang, segala sesuatu bisa diperjual belikan. Banyak orang beranggapan, cinta bisa dibeli dengan menghujani hadiah pada pasangan. Padahal, tidak selalu demikian. ‘Hadiah’ tidak harus sesuatu yang membutuhkan uang. Sikap dan hal-hal kecil terkadang jauh lebih bernilai dalam menyiram cinta daripada hadiah mahal. Membuatkan teh, membantu membereskan pekerjaan rumah, atau pujian-pujian kecil, adalah hal yang bisa menguatkan cinta tanpa keluar uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar