*“…My love is strong, you see *
*I know you'll never get tired of me *
*Oh, baby *
*And I'm gonna use every trick in the book *
I'll try my best to get you hooked…”
Cuplikan lagu “I’m Gonna Make You Love Me” dari Diana Ross & the Supremes dan The Temptations di atas bisa jadi terdengar wajar jika dilantunkan seseorang kepada pasangan atau calon pasangan yang juga jatuh cinta kepadanya. Akan terdengar mengerikan saat lirik tersebut ditujukan seseorang untuk orang lain yang sama sekali tak menjalin hubungan asmara dengannya atau setidaknya punya rasa suka barang secuil saja.
Betapa tidak? Subjek dalam lagu tersebut berniat menggunakan cara apa saja untuk memaut hati orang yang dicinta.
Saya jadi teringat seloroh saat remaja dulu, ketika lagu “Risalah Hati” dari Dewa sedang sering-seringnya diputar di radio atau televisi. Kurang lebih liriknya serupa lagu yang sebelumnya saya kutip: “…aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku…” Seorang kawan sempat menceletuk menanggapi lagu itu, “Ini maksudnya yang nyanyi mau pelet gebetannya gitu?”
Sejak lama, romantisasi situasi jatuh cinta seseorang meluber dalam budaya pop, membuat orang menjustifikasi perasaan tersebut, sampai terkadang lupa bahwa ada titik tertentu di mana hal tersebut dikatakan berlebihan atau bahkan menjadi delusional.
Dari kacamata psikologi, dikenal istilah erotomania atau sindrom de Clerambault yang merupakan bagian dari gangguan delusional di mana seseorang percaya bahwa orang lain—kerap kali orang tenar atau penting—jatuh hati kepadanya. Pada 1921, Gaëtan Gatian de Clérambault berargumen bahwa perempuan lebih sering mengalaminya. Martin Brune dari Ruhr University, Jerman, mengafirmasi argumen Clérambault setelah menganalisis 246 kasus erotomania pada 2007 dan menemukan sebanyak 69,1% pengidapnya adalah kaum hawa. Clérambault juga berpendapat, orang-orang dengan erotomania percaya bahwa objek cintanya jatuh cinta dan membuat pendekatan terlebih dahulu kepadanya.
Dalam tulisan ilmiah berjudul “De Clérambault's syndrome: diagnostic and therapeutic challenge“, Sampaio, et. al. (2007) memaparkan beberapa gejala yang lazim ditemukan dalam diri orang dengan erotomania. Ia biasanya secara mendetail menjelaskan sinyal-sinyal asmara yang dianggap dikirimkan oleh si pujaan hati, mulai dari ekspresi wajah, percakapan, atau gestur. Tak cuma itu, ia bahkan juga mengira sang objek cinta sengaja mengirimkan pesan asmara lewat telepati kepadanya. Perilaku delusional dalam konteks asmara semacam ini, menurut Sampaio, et.al., kerap diasosiasikan dengan gangguan mental lain seperti schizophrenia (34%), sindrom depresi (13%), gangguan afektif bipolar (9%), dan paranoia (9%).
Gejala paling kelihatan dari seorang pengidap erotomania adalah perilaku mengintil atau mengintai orang yang ditaksirnya. Ia juga cenderung bersikeras mempertahankan keyakinannya sekalipun objek cintanya telah berupaya menolaknya. Alih-alih menerima kenyataan, pengidap erotomania justru menginterpretasikan penolakan ini sebagai kamuflase dari rasa cinta yang terpendam. Bukan cuma itu, ia juga sering membeberkan kisah-kisah fiktif atau membanggakan diri setiap kali berkontak dengan objek cintanya, padahal belum tentu ada rasa spesial bagi dirinya.
Bila kenalan Anda tampak memperlihatkan gejala seperti ini, jangan terburu-buru merujuknya ke psikolog atau psikiater. Dalam situs SCT dijelaskan, seseorang dapat dicurigai mengidap erotomania jika telah menunjukkan gejala delusi secara konstan selama paling tidak satu bulan. Mereka umumnya juga tak sadar dampak yang dapat terjadi akibat polah tingkah mereka.
Tidak jarang pengidap erotomania melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan objek cintanya atau siapa pun yang dirasa menghalangi hubungannya dengan sang pujaan hati. Menurut Feldman, et. al. (1998) yang menyusun buku Stranger Than Fiction: When Our Minds Betray Us bahwa kemarahan pengidap erotomania dapat mengarahkannya untuk melakukan kekerasan terhadap orang yang ditaksir.
Kasus pengintilan penyanyi Madonna oleh Robert Hoskins pada 1995 adalah salah satu contoh ekstrem dari erotomania. Dilansir Psychology Today, ia adalah tunawisma yang berdelusi bahwa Madonna telah ditakdirkan menjadi istrinya. Beberapa kali ia coba menyusup masuk kediaman pelantun "Frozen" tersebut, tetapi upayanya berhasil digagalkan, pertama kali oleh penjaga Madonna, dan kali kedua ia langsung ditembak dan dibekuk polisi. Lebih parahnya, di dalam penjara pun ia tak henti berobsesi terhadap Madonna.
Polah tingkah Hoskin ini tak pelak membuat Madonna terusik. Ia kerap kali mengalami mimpi buruk akibatnya. Dan sebenarnya, ia merasa enggan datang ke persidangan untuk memberi kesaksian. Pasalnya hal ini hanya akan memenuhi fantasi Hoskin bahwa Madonna memberi perhatian kepadanya.
Mencintai adalah hak setiap orang. Namun perlu diingat bahwa sepatutnya hal ini tak menginterupsi hak-hak orang lain, apalagi sampai mengancam keselamatannya. Tak kalah penting, seseorang perlu tetap berjejak pada logika dan mengendalikan perasaan supaya hidupnya tak bergantung penuh pada sang objek cinta.
Jatuh cinta itu oke. Delusional itu yang mengerikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar