Buku sejarah dunia lebih banyak mencatat sisi kelam Adolf Hitler, pemimpin Nazi yang dikenal keras dalam politik dan militer. Tapi tahukah anda, di balik kekejamannya itu, ternyata Hitler juga memiliki sisi lain yang jarang diketahui banyak orang.
Dia dikenal sangat menyukai musik klasik dan sering menggelar konser pribadi di rumah peristirahatannya di Obersalzberg. Hitler memiliki seorang pianis bernama Ernst Hanfstaengl, anak dari Franz Hanfstaengl, seorang pengusaha penerbitan di Jerman dan Amerika Serikat.
Franz cukup sering membantu keuangan Hitler, termasuk menerbitkan bukunya yang berjudul Mein Kampf. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan Ernst dan Hitler mulai menunjukkan kerenggangan.
Hitler sering mendengar hal-hal buruk tentang Ernst yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro Pers Luar Negeri di Amerika.
Puncak rusaknya hubungan mereka karena Unity Mitford, perempuan cantik teman dekat Hitler. Setelah bercerai dengan Helene, istrinya terdahulu, Ernst mendekati Unity yang membuat Hitler tidak senang.
Merasa nyawanya terancam, Ernst lari ke Swiss kemudian ke Inggris. Ketika Perang Dunia II meletus, dia ditahan di Kanada. Pada 1942, dia dikirim ke Amerika atas permintaan pribadi Franklin D Roosevelt, teman semasa Ernst berkuliah di Harvard. Kemudian Roosevelt mengangkatnya sebagai penasehat politik.
Lalu, siapakah yang menggantikan Ernst sebagai pianis Hitler?
Sebuah buku berjudul Jejak Hitler di Indonesia (2016) yang ditulis Horst H. Geerken mengungkap bahwa pianis pengganti Ernst adalah seorang berkebangsaan Hindia Belanda yang sekarang menjadi Indonesia, Abu Bakar.
Geerken mengetahuinya setelah mendapatkan informasi dari Iwan Ong Santosa, wartawan Kompas yang menekuni sejarah. Iwan dan ibunya menceritakan bahwa pada tahun 1990-an mereka ingin membeli rumah di Bogor, lalu ditawari sebuah rumah di jalan Raya Bogor milik Abu Bakar yang berusia sekitar 80 tahun. Abu Bakar mengajar les piano dan biola.
"Tembok rumahnya tertutup oleh foto-foto dari guntingan koran berbahasa Jerman dan Indonesia yang memperlihatkan Abu Bakar sedang memainkan piano dengan Hitler dan Eva Braun di dekatnya", tulis Geerken.
Kendati gagal membeli rumah itu karena Abu Bakar memutuskan tidak menjualnya, Iwan mendapatkan kisah menarik sang pemilik rumah.
Abu Bakar bercerita kepada Iwan dan ibunya bahwa dia pernah tinggal di Jerman tahun 1937 dan selama perang paling lama di paviliun tambahan di kediaman Hitler di Obersalzberg.
Dia secara teratur pergi menghibur Hitler dan istrinya, Eva Braun, ketika mereka bersantai dengan mendengarkan musik di petang hari.
Bagaimana Abu Bakar bisa pergi ke Jerman? Menurut Geerken barangkali tidak akan pernah diperoleh jawaban yang pasti. "Dalam pikiran saya, kuncinya ada di Walther Hewel," kata Geerken.
Sampai tahun 1936, Hewel tinggal di perkebunan Neglasari (Neglasari Estate Plantation), dekat Garut, Jawa Barat. Hewel juga penggemar berat musik klasik sebagaimana terlihat dalam catatan di buku hariannya.
Dia mengenal Abu Bakar karena sering konser eksklusif di hadapan bos-bos perkebunan. Hewel kemungkinan mendengar kaburnya Ernst dan mengatur agar Abu Bakar bisa berangkat ke Jerman.
Abu Bakar kembali ke Indonesia setelah tahun 1950. Dia hidup membujang dan kesepian di usia tua. Dia menjual rumahnya pada 1994. Jejaknya lenyap seperti rumahnya yang telah menjadi kebun penuh pepohonan.
Abu Bakar tidak mendapat kekayaan dari hasil bermusik bagi elite Nazi Jerman. "Namun, masa-masa berada dekat Hitler dan kalangan elitenya, membuat dia banyak dihormati orang di Bogor dan kisah-kisahnya tentang Hitler dan Obersalzberg selalu diterima baik oleh para tetangganya," kata Geerken.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar