Senin, 27 Februari 2017

Rahasia Tidur Berkualitas




Bagi Anda yang memiliki kebiasaan begadang, mulai saat ini disarankan untuk dikurangi mengingat kebiasaan tidur yang cukup dan berkualitas sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan kebugaran.
Ada banyak sekali manfaat kesehatan dari kebiasaan tidur yang cukup dalam setiap harinya seperti untuk kesehatan jantung, mengurangi tingkat stres, dan menjaga memori supaya berfungsi dengan baik.
Memperbaiki kualitas tidur sangat disarankan untuk dilakukan jika Anda ingin kondisi tubuh tetap sehat dan selalu bugar. Yang patut diperhatikan ialah bahwa kualitas tidur tidak didapat dari berapa lamanya kita tidur dalam semalam, melainkan berapa jam efektif kita tidur.
Karena lamanya waktu tidur tak selalu berbanding lurus dengan kualitas tidur yang diperoleh seseorang. Dan berikut merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur Anda.

Membiasakan Tidur Secara Rutin

Membiasakan tidur pada jam-jam tertentu secara rutin sangat efektif dalam membantu Anda dalam memperbaiki kualitas tidur. Misalnya Anda menetapkan jam mulai tidur pukul 22.00 dan bangun jam 05.00.
Maka hal tersebut harus dilakukan secara rutin. Hal tersebut juga berlaku di waktu libur. Jangan mentang-mentang libur maka Anda bangun seenaknya meskipun harus kesiangan. Tidur pada waktu yang sama setiap malam membantu Anda untuk bangun pada waktu yang sama pula.

Memperbaiki Pola Makan dan Memperbanyak Gerak

Mulai saat ini sebaiknya Anda mulai mengurangi konsumsi kopi, minuman ringan maupun cokelat. Begitu juga Anda sebaiknya mengurangi makanan-makanan pedas yang akan mengganggu perut Anda menjadi mulas dan konsekuensinya mengganggu jam tidur Anda juga.
Dengan memperbanyak gerak, misalnya dengan berolahraga atau pergi ke tempat gym secara terjadwal dalam setiap minggunya, juga bisa membantu memperbaiki kualitas tidur. Berolahraga sangat membantu dalam menurunkan tingkat stres dan juga meningkatkan vitalitas.

Berhenti Merokok dan Minum Alkohol

Kebiasaan merokok disinyalir banyak berpengaruh pada kualitas tidur seseorang. Merokok dapat memperburuk apnea tidur dan gangguan pernapasan lainnya yang bisa menyebabkan sulitnya tidur.
Harus Anda ketahui bahwa alkohol dapat mengganggu pola tidur dan gelombang otak yang membuat Anda merasa segar di pagi hari. Orang yang terbiasa minum alkohol akan mengalami gangguan waktu tidur sehingga kualitasnya menjadi rendah.

Membuat Ruangan Tidur Senyaman Mungkin

Cara ini bisa Anda lakukan untuk memperoleh kualitas terbaik dari tidur Anda. Biasanya banyak orang yang betah dengan suasana yang nyaman dan bersih. Begitu juga rasa nyaman tersebut bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas tidur Anda agar tidur nyenyak. Coba Anda bayangkan tidur di kasur yang empuk, ber-AC, selimut yang nyaman, suasana tenang, dan lainnya.

Menjauhkan Binatang Peliharaan dari Kamar

Usahakan supaya binatang peliharaan seperti kucing, marmut, anjing sekalipun Anda sangat menyayanginya untuk dijauhkan dari tempat tidur karena berpotensi untuk mengganggu tidur Anda.
Ada sebuah studi yang menemukan bahwa 53 persen pemilik hewan peliharaan memiliki pengalaman gangguan tidur setiap malamnya yang disebabkan oleh hewan peliharaannya itu.

Mematikan Lampu Kamar

Hal ini memang relatif, namun kebanyakan orang akan tertidur lelap saat keadaan ruangan kamar gelap. Sebuah penelitian terbaru dari The Ohio State University di Columbus, AS, menemukan bahwa bahkan sejumlah kecil cahaya dari ponsel atau komputer dapat mengganggu produksi melatonin dan mengganggu tidur Anda.
Itulah beberapa hal yang patut dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur Anda. Langkah-langkah tersebut akan membuat waktu tidur Anda berkualitas dan efektif sehingga berdampak pada kebugaran dan kesehatan.
Selain itu, kualitas tidur Anda sangat memengaruhi semangat keesokan harinya ketika Anda akan memulai aktifitas. Ya, menjaga kualitas tidur sangat penting untuk menjaga kualitas hidup secara keseluruhan.

Mengapa Kita Dianjurkan Menerapkan Pola Makan Sehat


Pernahkah Anda iseng bertanya kepada diri sendiri: mengapa sejak kecil kita dibiasakan untuk makan tiga kali sehari (sarapan, makan siang, dan makan malam)? Mengapa tidak dua? Atau empat? Atau bahkan 10?

Dalam konteks kebiasaan (habit), pola makan tiga kali sehari tak lepas dari oleh konstruk sosial yang dibentuk oleh masyarakat pada era terdahulu. Denice Winterman dari BBC menyediakan jawaban atas pertanyaan tersebut dengan membuat laporan tentang sejarah singkat bagaimana masyarakat di terdahulu menemukan dan kemudian membiasakan sarapan, makan siang, dan makan malam. Sebuah struktur makan, yang menurut Denice, tak ada sebelum masyarakat mulai beranjak modern.

Sarapan tak ada dalam kamus masyarakat era Kekaisaran Romawi. Mereka biasa makan sehari sekali di sekitar tengah hari. Dalam wawancara dengan Winterman, sejarawan makanan Caroline Yeldham berkata bahwa rakyat Romawi dulu terobsesi dengan sistem pencernaan tubuh dan menganggap makan lebih dari sekali dalam sehari sebagai tanda keserakahan.

Di era setelahnya, pola makan terpengaruh oleh pesatnya tingkat religiusitas di Eropa dan mulai ada kebiasaan untuk makan di jam-jam pagi—meski tak sepagi sekarang. Jelang abad 17, dipercaya masyarakat Eropa dari segala kelas sosial makin terbiasa sarapan di jam yang lebih awal dari sebelumnya. Semuanya bermula dari kebiasaan orang kaya di Inggris. Hingga tahun 1740-an, mulai muncul ruangan khusus sarapan di rumah-rumah bangsawan Eropa.

Revolusi Industri di Inggris pada pertengahan abad 19 mengubah masyarakat menjadi lebih modern. Salah satu ciri modernitas adalah gaya hidup yang terstruktur alias berpola. Untuk urusan sarapan juga demikian. Para pekerja dipatok jam kerja yang ketat, maka mereka membiasakan sarapan untuk mengisi tenaga sepanjang hari. Semua pekerja melakukannya tanpa kecuali, bahkan bos-bos mereka.

Pada 1920 dan 1939, pemerintah negara-negara di Eropa—yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara lain—mulai mempromosikan pentingnya sarapan, namun Perang Dunia II membuat akses menuju sarapan amat susah. Keadaan kembali normal dan masyarakat dunia bisa kembali mengakses sarapan dengan layak usai PD II selesai. Di Eropa dan AS sendiri, sarapan dengan menu kopi instan, roti tawar, dan sereal mulai populer.

Beralih ke makan siang, salah satu teori lahirnya kata “lunch” diyakini berasal dari kata Anglo-Saxon lawas “nuncheon” yang berarti “makan cepat di antara dua waktu makan dengan sesuatu yang bisa kamu pegang di tangan”. Menurut Yeldam kebiasaan ini dilestarikan hingga akhir abad 17. Teori lain berkata bahwa “lunch” berasal dari kata “nuch” yang digunakan sekitar abad 16 dan 17 untuk menyebut roti berukuran besar.

Namun, di antara sekian teori, kebiasaan rakyat Perancis untuk “souper” di abad ke-17 lah yang membentuk apa yang hari ini kita sebut makan siang. Kala itu rakyat Perancis untuk makan makanan ringan saja di kala malam sehingga makan berat dialihkan ke waktu siang. Kebiasaan modis ini kemudian diterapkan oleh bangsawan Inggris dan menyebar ke rakyat jelata.

Revolusi Industri juga berpengaruh. Pola makan rakyat kelas menengah dan bawah didefinisikan oleh jam kerja. Banyak pekerja yang menghabiskan waktu dari pagi hingga sore untuk membanting tulang, sehingga makan siang adalah sesuatu yang sama pentingnya dengan sarapan. Meski waktunya mepet, mereka akan tetap mengusahakannya.

Kebiasaan ini melahirkan produksi dan penjualan kue pie di sekitar pabrik. Pie, dan makanan cepat saji lain, akhirnya menjadi menu favorit karena tak mungkin para pekerja mengandalkan menu “slow food” di tengah beban kerja yang berat.

Akibat kebiasaan yang demikian populer, pada abad ke-19 restoran-restoran dengan menu beragam muncul. Para pekerja, berkat perjuangan aktivis buruh, juga disediakan waktu jam makan siang selama satu jam. Namun perang dunia yang pecah di tahun 1939 membuat pola makan siang agak terganggu.

Pasca-perang, era 1950-an, kafe semakin banyak. Produksi roti, terutama untuk makan siang, semakin besar sehingga harganya juga makin murah. Proses produksi ini disebut dengan istilah “The Chorleywood Process.” Roti isi kemudian populer untuk makan siang, terutama yang bisa dibeli cepat dan dibawa ke tempat kerja. Dahulu berbeda seperti sekarang. Meski harus lanjut kerja, dulu para pekerja masih santai saat menyantap makan siang. Kini, dengan persaingan dan beban kerja yang makin intens, semua terasa makin terburu-buru.

Saat pekerja kelelahan usai bekerja seharian, sore menjelang malam menjadi waktu yang tepat untuk mulai beristirahat. Kondisi lelah inilah yang kemudian memunculkan kebiasaan makan malam. Kebiasaan “full meal” dianggap hadiah yang pantas dinikmati usai seharian mencari nafkah. Malam juga waktu yang tepat untuk keluarga berkumpul, sehingga mulai era 1950-an, mulai ada kebiasaan untuk makan malam bersama keluarga.

Menurut profesor sekaligus sejarawan dari Yale University, Paul Freedman, kebiasaan makan sehari tiga kali lebih untuk urusan sosial-budaya ketimbang biologis. Editor buku Food: The History of Taste itu berkata kepada HowStuffWorks bahwa munculnya pola makan tiga kali sehari sesederhana karena orang-orang nyaman dengan kebiasaan ini.

Namun, kebiasaan makan tiga kali sehari juga lambat-laun mengalami perubahan saat masyarakat makin modern, kata Freedman. Mereka musti menyesuaikan diri dengan “jadwal modern.” Orang-orang modern rata-rata memiliki jam kerja yang tinggi dan waktu senggangnya diisi dengan olahraga maupun mengkonsumsi gajet. Kondisi ini mengacaukan jadwal makan tiga kali sehari, digantikan dengan “makan selaparnya.”

Pendapat Freedman didukung oleh hasil riset Euromonitor International yang dipublikasikan pada 2011 lalu. Menurut riset ini, dalam beberapa dekade terakhir terdapat perubahan jadwal makan tiga kali sehari. Jadwal menjadi lebih fleksibel. Faktor penyebabnya adalah gaya hidup yang supersibuk, jam kerja yang melebihi beban normal, makin populernya gaya hidup melajang, dan meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja.

Sekarang makan didikte oleh pekerjaan dan aktivitas penyegar pikiran ketimbang mengaturnya sesuai jam karena, misalnya, kebutuhan atas alasan kesehatan. Survei Euromonitor mengungkap bahwa jam makan yang fleksibel dilakukan oleh orang-orang di Brazil, Inggris, dan AS. Sementara, orang-orang di Cina, Perancis, maupun Jepang masih berusaha untuk mempertahankan pola makan yang terstruktur.

Dampak dari gaya hidup ini, sebagaimana juga disampaikan Freedman, adalah orang-orang menjadi lebih suka ngemil alias makan camilan. Pertumbuhan pesat industri camilan muncul di Brasil, Cina, dan India. Orang India, misalnya, senang telat makan siang dan makan malam (41 persen makan siang pukul 14.00-15.00 dan 63 persen makan malam pukul 20.00-21.00), namun juga gemar makan camilan sepanjang hari.

Akibat kebiasaan makan terlalu dini, separuh responden Cina makan camilan usai makan malam pada pukul 20.00-21.00. Warga Brasil melakukannya pada pukul 22.00-23.00. Sementara itu, cara makan camilan orang Perancis dan Inggris lebih diatur jamnya. Sebanyak 41 persen warga Inggris makan camilan pukul 10.00-11.00, sedangkan warga Perancis pukul 16.00-17.00.

Dunia modern juga berpengaruh pada kebiasaan makan berat. Warga dunia semakin terburu-buru untuk sarapan. Kebiasaan makan makanan kemasan, makanan cepat saji atau sekedar kue-kue dengan cara “on to go” makin populer. Di sisi lain, kebiasaan makan siang semakin dihindari akibat tekanan kerja yang makin tinggi.

Alih-alih menyantap makanan di kantin atau restoran, sebagian orang kini terbiasa makan siang di meja kerja. Alasannya, tentu saja, agar lebih efektif dalam memanfaatkan waktu.

Dibuang Kemana Sisa Sabun Hotel?


Apakah anda pernah berpikir mengenai sabun mandi padat yang kita gunakan di hotel tempat kita menginap? Biasanya hanya satu atau dua kali digunakan, dengan sisa yang masih cukup banyak, begitu kita meninggalkan hotel, harus dibuang.

Kira-kira berapa banyak sabun yang dibuang oleh hotel di sebuah daerah pariwisata seperti Bali setiap tahunnya? Jawabannya adalah 75 ton sabun dibuang setiap tahunnya.

Angka yang cukup bombastis. Juga ironis mengingat di banyak bagian Indonesia masih banyak orang tidak memiliki akses ke sabun sebagai salah satu cara menjaga agar tetap higienis. Karena itu ketika Sealed for Hope, Anantara Uluwatu Bali Resort bekerja sama dengan ROLE Foundation segera melakukan aksi.

Sealed for Hope adalah sebuah yayasan kemanusiaan yang berkonsentrasi pada kebersihan dan solusi sanitasi. Sementara ROLE Foundation adalah yayasan yang berkonsentrasi mencari solusi untuk mengurangi limbah darat yang dibuang ke laut dan menciptakan mata pencaharian baru untuk masyarakat Bali.

Aksi partisipasi dalam program Soap for Hope ini bertujuan mendaur ulang sabun yang telah digunakan oleh tamu hotel lalu mendistribusikannya ke keluarga kurang mampu di Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Program ini pertama kali dilaksanakan di negara-negara Uni Emirat Arab atas kerjasama beberapa hotel di sana dan hingga kini sudah berjalan di lebih dari 10 negara dan 50 hotel.

Lalu apa yang dilakukan dengan limbah sabun tersebut? Dikumpulkan, dibersihkan, dibentuk ulang, lalu ditambahkan wewangian alami seperti serai dan melati. Sabun yang sudah melewati proses ini lalu disalurkan ke panti jompo, panti asuhan, dan masyarakat kurang mampu secara gratis.

"Semoga dengan program ini kami bisa turut membantu masyarakat, paling tidak dengan mengurangi penyakit akibat kebersihan yang buruk karena kurangnya akses ke sabun," kata Dimitri Delepierre, Executive Assistant Manager Anantara Uluwatu Bali Resort.

Ternyata Ini Lho Fungsi Bagian Tumpul Tusuk Gigi


Tusuk gigi, benda kecil yang berfungsi sebagai pembersih sisa-sisa makanan ini ternyata didesain dengan fungsi tersendiri dan tidak diketahui banyak orang.

Soal ujung yang runcing dan tajam sudah pasti berfungsi untuk menyungkil makanan di sela-sela gigi. Namun ujung satunya yang diukir sebenarnya untuk apa?

Ternyata, guratan-guratan yang ada pada bagian yang berseberangan dengan sisi runcing dibuat sedemikian rupa agar tusuk gigi mudah dipatahkan.

Nah, patahan tersebut bisa dipakai untuk mengganjal ujung yang runcing saat diletakkan di atas meja. Sehingga ujung runcing tusuk gigi tersebut tidak terkontaminasi dengan kotoran yang ada di meja.

Ukiran atau guratan tersebut dimaksudkan agar saat proses pematahan tidak sulit, selain itu patahannya bisa rapi.

Walaupun memang sebagian besar dari kita hanya memanfaatkan ujung yang runcing yang, namun bolehlah sekali-kali anda mencoba kegunaan dari ujung lain yang tumpul dengan fungsi yang tak kalah penting.